Senin, 22 Juni 2015

makalah hadits pengaruh pendidikan dalam keluarga

BAB I
PENDAHULUAN
 
Latar Belakang
Manusia dilahirkan di dunia ini dalam keadaan fitrah, sehingga pengaruh lingkungan akan turut mempengaruhi perkembangan seseorang. Baik ataupun buruknya lingkungan akan menjadi referensi bagi perkembangan masyarakat sekitarnya. WH. Clarck mengemukakan bahwa bayi yang baru lahir merupakan makhluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali oleh berbagai kemampuan yang bersifat bawaan.

Disini mengandung pengertian bahwa sifat bawaan seseorang tersebut memerlukan sarana untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan sarana yang tepat dalam mencapai hal tersebut. Baik pendidikan keluarga, formal ataupun non formal sekalipun. Terlebih sebagai umat islam maka pendidikan islam tentu menjadi sebuah jalan yang harus ditempuh oleh semua umat.
Tidak dapat disangkal lagi betapa pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga bagi perkembangan anak-anak manusia yang pribadi dan berguna bagi masyarakat. Kita semua tentu telah mengetahui bahwa pengaruh keluarga terhadap pendidikan anak-anak berbeda-beda. Sebagian keluarga atau orang tua mendidik anakanaknya menurut pendirian-pendirian modern, sedangkan sebagian lagi masih menganut pendirian-pendirian kuno atau kolot.
Keadaan tiap-tiap keluarga berbeda-beda pula satu sama lain.
Ada keluarga yang kaya, ada yang kurang mampu. Dan keluarga yang besar (banyak anggota keluarganya), dan ada pula keluarga yang kecil. Ada keluarga yang selalu diliputi oleh suasana yang tenang dan tenteram, ada pula yang selalu gaduh, bercekcok, dan sebagainya. Dengan sendirinya, keadaan dalam keluarga yang bermacam-macam coraknya itu akan membawa pengaruh yang berbeda-beda pula terhadap pendidikan anak-anak. Dari kecil anak dipelihara dan dibesarkan oleh dan dalam keluarga. Segala sesuatu yang ada dalam keluarga, baik yang berupa benda-benda dan orang-orang serta peraturan-peraturan dan adat-istiadat yang berlaku dalam keluarga itu sangat berpengaruh dan menentukan corak perkembangan anak-anak.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Keluarga
Keluarga secara etimologi terdiri dari perkataan “kawula” dan warga”. Yang berarti kawula adalah adalah abadi dan warga adalah anggota. Artinya kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di dalamnya.
Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang ditandai oleh tempat tinggal bersama, kerjasama, ekonomi, dan reproduksi.[1] Keluarga adalah sekelompok orang yang dipersatukan oleh pertalian kekeluargaan, perkawinan, atau adopsi yang disetujui secara sosial, yang umumnya sesuai dengan peranan-peranan sosial yang telah dirumuskan dengan baik.[2]
Dari definisi-definisi di atas dapa disimpulkan bahwa unsur-unsur pokok yang terkandung dalam pengertian keluargaadalah:
1.      Hubungan keluarga dimulai dengan perkawinan atau dengan penetapan pertalian kekeluargaan
2.      Hubungan keluarga berada pada batas-batas persetujuan masyarakat
3.      Anggota keluarga dipersatukan oleh pertalian perkawinan, darah, dan adopsi sesuai dengan adat istiadat yang berlaku
4.      Anggota keluarga secara bersama pada suatu tempat tinggal
Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi.[3]
Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya. Kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Islam menawarkan metode-metode yang banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta fikih sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal mula pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga. Sekaitan dengan pendidikan, Islam menyuguhkan aturan-aturan di antaranya pada masa pra kelahiran yang mencakup cara memilih pasangan hidup dan adab berhubungan seks sampai masa pasca kelahiran yang mencakup pembacaan azan dan iqamat pada telinga bayi yang baru lahir, tahnik (meletakkan buah kurma pada langit-langit bayi, mendoakan bayi, memberikan nama yang bagus buat bayi, aqiqah (menyembelih kambing dan dibagikan kepada fakir miskin), khitan dan mencukur rambut bayi dan memberikan sedekah seharga emas atau perak yang ditimbang dengan berat rambut. Pelaksanaan amalan-amalan ini sangat berpengaruh pada jiwa anak.[4]

B. Keluarga Sebagai Institusi Pengembangan Pendidikan Islam
Menurut Fatah Yasin (2008), munculnya gejala pendidikan dalam suatu keluarga disebabkan adanya pergaulan antara orang tua sebagai manusia dewasa dengan anak yang belum dewasa. Dari peristiwa itu lahirlah pendidikan dalam sebuah wadah yakni keluarga. Kehadiran anak dalam keluarga merupakan tanggung jawab dan pengabdian orang tua terhadapnya, yang bersifat kodrati dan berdasarkan moralitas dan cinta kasih.[5]
Proses pendidikan dalam keluarga secara primer tidak dilaksanakan secara pedagogis (berdasarkan teori pendidikan), melainkan hanya berupa pergaulan dan hubungan yang disengaja dan langsung maupun tidak langsung antara orang tua dengan anak.[6]
Selain itu pendidikan keluarga sebagai pendidikan yang tidak terorganisasi, tetapi pebdidikan yang “organis” berdasarkan spontanitas, intiusi, pembiasaan dan improvisasi”. Biarpun pendidikan keluarga mempunyai tujuan dan persoalan yang didasari, namun cara berprilakunya hanya menurut keadaan yang timbul.[7]
Keluarga merupak cikal bakal dan akar bagi terbentuknya masyarakata dan peradaban. Keseimbangan dan kesinambungan proses pendidikan yang alami dikeluarga  menjadi landasan yang fundamental bagi anak dalam pengembangan kepribadiannya.[8]   
                            
C. Fungi Keluarga
Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga.Secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai :[9]
1.      Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya,
2.      Sumber Pemenuhan Kebutuhan, Baik Fisik Maupun Psikis,
3.      Sumber Kasih Sayang Dan Penerimaan
4.      Model Pola Perilaku Yang Tepat Bagi Anak Untuk Belajar Menjadi Anggota Masyarakat Yang Bak
5.      Pemberi Bimbingan Bagi Pengembangan Perilaku Yang Secara Sosial Dianggap Tepat
6.      Pembentuk Anak Dalam Memecahkan Masalah Yang Dihadapinya Dalam Rangka Menyesuaikan Dirinya Terhadap Kehidupan
7.      Pemberi Bimbingan Dalam Belajar Keterampilan Motorik, Verbal Dan Sosial Yang Dibutuhkan Untuk Penyesuaian Diri
8.      Stimulator Bagi Pengembangan Kemampuan Anak Untuk Mencapai Prestasi, Baik Di Sekolah Maupun Di Masyarakat
9.      Pembimbing Dalam Mengembangkan Aspirasi
10.  Sumber Persahabatan/Teman Bermain Bagi Anak Sampai Cukup Usia Untuk Mendapatkan Teman Di Luar Rumah.[10]
                                                  

D. Peran Orang Tua
            Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:
Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik.[11]
1.      Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih
2.      Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak.[12]
3.      Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap.
4.      Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri dan lain sebagainya.

E. Pengaruh Orang Tua
     Hadis tentang pengaruh orang tua
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَا مِنْ مَوْ لُوْ دٍ إِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَ بَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَا نِهِ كَمَ تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْ نَ فِيْهَا مِنْ جَدْ عَاءَ ثُمَّ يَقُوْلُ أَبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِطْرَةَ اللهِ الَّتِيْ فَطَرَالنَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah Saw. Bersabda: ”Tidak ada dari seorang anak (Adam) melainkan dilahirkan atas fitrah (islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya beragama Yahudi atau beragama Nasrani atau beragama Majusi. Bagaikan seekor binatang yang melahirkan seekor anak. Bagaimana pendapatmu, apakah didapati kekurangan? Kemudian Abu Hurairah membaca firman Allah (Q.S. ar-Rum: 30). (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (agama Allah). (HR. Muttafaq ‘Alaih).[13]
Hadis diatas menjelaskan tentang status fitrah setiap anak, bahwa statusnya bersih, suci dan islam baik anak seorang muslim ataupun orang non muslim. Kemudian orang tuanyalah yang memelihara dan memperkuat keislamannya atau bahkan mengubah menjadi tidak muslim, seperti Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Hadis ini memperkuat bahwa pengaruh orang tua sangat dominan dalam membentuk kepribadian seorang dibandingkan dengan factor-faktor pengaruh pendidikan lain. Kedua orang tua mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik anaknya.
Rasulullah Saw. Bersabda :                                                                            
مَا مِنْ مَوْ لُوْ دٍ إِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ         
“Tidak ada dari seorang anak (Adam) melainkan dilahirkan atas fitarah (islam)”.[14]
Lanjut sabda Nabi Saw :

فَأَ بَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَا نِهِ
“Orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani, dan/atau Majusi”.
Hadis diatas memperkuat makna fitrah islam sebagai dasar awal, sedang Yahudi, Nasrani dan Majusi adalah dampak pengaruh belakangan yang ditimbulkan oleh orang tua atau lingkunagn sekitarnya. Orang tua menjadi pendidik pertama dan utama. Sedang faktor pendidik lain seperti guru dan lingkungan masyarakat harus diciptakan oleh orang tua sebagai pendukung yang tidak boleh kontradiktif, sebagai realisasi rasa tanggung jawab orang tua tersebut.[15]
Kesempurnaan fitrah dalam hadis sudah jelas baik fisik maupun non fisik. Dari segi fisik sudah ada ketentuan ciptaan dari Allah Swt. Apakah dari segi jenis kelamin, bentuk fisik, tinggi pendek, dan warna kulit dan dari segi nonfisik seperti agama islam yang dibawanya sejak lahir. Kesempurnaan fitrah itu digambarkan Rasul bagaikan seekor binatang yang lahir. Beliau bersabda:

كَمَ تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْ نَ فِيْهَا مِنْ جَدْ عَاءَ
“Bagaikan seekor binatang yang melahirkan seekor anak dalam keadaan sempurna tidak ada cacat sedikitpun”.
Ungkapan ini memperkuat makna fitrah anak sejak lahir secara paripurna, ibarat seekor binatang yang lahir secara utuh tidak ada kekurangan sedikit pun. Hanya manusia yang tidak bersyukur kepada Allah yang kemudian mengubah-ubah fitrah itu menjadi cacat dan berkurang, seperti dipotong kupingnya dan lain-lain.
Fitrah sangat memerlukan bantuan dan bimbingan pendidikan orang tua, orang dewasa, guru, pendidik dan pengajar dengan sadar bahkan lingkungan yang mendukung, karena tidak mungkin anak yang baru dilahirkan mengenal agama dengan sendirinya.[16]

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
                 Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang ditandai oleh tempat tinggal bersama, kerjasama, ekonomi, dan reproduksi. Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan dapat terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan. Pengalaman masa kecil mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan berikutnya.
                 Orang tua adalah contoh atau model bagi anak, orang tua mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi anak ini dapat di lihat dari bagaimana orang tua mewariskan cara berpikir kepada anak-anaknya, orang tua juga merupakan mentor pertama bagi anak yang menjalin hubungan dan memberikan kasih sayang secara mendalam, baik positif atau negatif.
                 Orang tua mempunyai pengaruh yang besar dalam pendidikan anak. Anak sejak lahir sudah membawa fitrah islam sempurna bagaikan anak binatang yang lahir dari induknya secara sempurna tidak ada kekurangan sedikitpun.



DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmad. 1991. sosiologi pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik Oemar, 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar: Bandung. PT. Sinar Baru Algesindo.
Khon, Abdul Majid. 2012.  Hadis Tarbawi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Nana Syaodih, S. 2000. Landasan Psikologi: Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Yasin, Fatah. Dimensi-dimensi pendidikan islam. Malang: Uin Press




[1] Abu Ahmad, sosiologi pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991) hal. 58.
[2] Ibid, hal. 59.
[3] Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo, 2000) hal. 102
[4] Oemar Hamalik, op.cit.,hal 103
                [5] Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: Uin press, 2008), hal. 206
                [6] Ibid.,207.                              
[7] Ibid.,207.
[8] Ibid.,207.
[9] Oemar Hamalik, op.cit.,hal 120
                [10] Oemar Hamalik, op.cit.,hal 120                                   
[11] Syaodih Nana, Landasan Psikologi, (Bandung:  PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 98.
[12] Ibid., hal. 98
[13] Abdul Majid Khon,  Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), hal. 67.
[14] Ibid., hal. 68
[15] Ibid., hal. 70
[16] Ibid., hal. 71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar