BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia
dilahirkan di dunia ini dalam keadaan fitrah, sehingga pengaruh lingkungan akan
turut mempengaruhi perkembangan seseorang. Baik ataupun buruknya lingkungan
akan menjadi referensi bagi perkembangan masyarakat sekitarnya. WH. Clarck
mengemukakan bahwa bayi yang baru lahir merupakan makhluk yang tidak berdaya,
namun ia dibekali oleh berbagai kemampuan yang bersifat bawaan.
Disini
mengandung pengertian bahwa sifat bawaan seseorang tersebut memerlukan sarana
untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan sarana yang tepat dalam mencapai
hal tersebut. Baik pendidikan keluarga, formal ataupun non formal sekalipun.
Terlebih sebagai umat islam maka pendidikan islam tentu menjadi sebuah jalan
yang harus ditempuh oleh semua umat.
Tidak
dapat disangkal lagi betapa pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga
bagi perkembangan anak-anak manusia yang pribadi dan berguna bagi masyarakat.
Kita semua tentu telah mengetahui bahwa pengaruh keluarga terhadap pendidikan
anak-anak berbeda-beda. Sebagian keluarga atau orang tua mendidik anakanaknya menurut
pendirian-pendirian modern, sedangkan sebagian lagi masih menganut pendirian-pendirian
kuno atau kolot.
Keadaan tiap-tiap keluarga berbeda-beda pula satu sama lain.
Keadaan tiap-tiap keluarga berbeda-beda pula satu sama lain.
Ada
keluarga yang kaya, ada yang kurang mampu. Dan keluarga yang besar (banyak
anggota keluarganya), dan ada pula keluarga yang kecil. Ada keluarga yang selalu
diliputi oleh suasana yang tenang dan tenteram, ada pula yang selalu gaduh, bercekcok,
dan sebagainya. Dengan sendirinya, keadaan dalam keluarga yang bermacam-macam
coraknya itu akan membawa pengaruh yang berbeda-beda pula terhadap pendidikan
anak-anak. Dari kecil anak dipelihara dan dibesarkan oleh dan dalam keluarga.
Segala sesuatu yang ada dalam keluarga, baik yang berupa benda-benda dan
orang-orang serta peraturan-peraturan dan adat-istiadat yang berlaku dalam keluarga
itu sangat berpengaruh dan menentukan corak perkembangan anak-anak.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keluarga
Keluarga
secara etimologi terdiri dari perkataan “kawula” dan warga”. Yang berarti
kawula adalah adalah abadi dan warga adalah anggota. Artinya kumpulan individu
yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih demi kepentingan seluruh individu
yang bernaung di dalamnya.
Keluarga
adalah suatu kelompok sosial yang ditandai oleh tempat tinggal bersama,
kerjasama, ekonomi, dan reproduksi.[1]
Keluarga adalah sekelompok orang yang dipersatukan oleh pertalian kekeluargaan,
perkawinan, atau adopsi yang disetujui secara sosial, yang umumnya sesuai
dengan peranan-peranan sosial yang telah dirumuskan dengan baik.[2]
Dari
definisi-definisi di atas dapa disimpulkan bahwa unsur-unsur pokok yang
terkandung dalam pengertian keluargaadalah:
1.
Hubungan
keluarga dimulai dengan perkawinan atau dengan penetapan pertalian kekeluargaan
2.
Hubungan
keluarga berada pada batas-batas persetujuan masyarakat
3.
Anggota
keluarga dipersatukan oleh pertalian perkawinan, darah, dan adopsi sesuai
dengan adat istiadat yang berlaku
4.
Anggota
keluarga secara bersama pada suatu tempat tinggal
Keluarga
merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah
keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat
mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh
keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi.[3]
Keluargalah
yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih
jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua
orang tua serta lingkungannya. Kedua orang tua memiliki peran yang sangat
penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Islam menawarkan metode-metode yang
banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta fikih
sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal mula
pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga. Sekaitan dengan pendidikan, Islam
menyuguhkan aturan-aturan di antaranya pada masa pra kelahiran yang mencakup
cara memilih pasangan hidup dan adab berhubungan seks sampai masa pasca
kelahiran yang mencakup pembacaan azan dan iqamat pada telinga bayi yang baru
lahir, tahnik (meletakkan buah kurma pada langit-langit bayi, mendoakan bayi,
memberikan nama yang bagus buat bayi, aqiqah (menyembelih kambing dan dibagikan
kepada fakir miskin), khitan dan mencukur rambut bayi dan memberikan sedekah
seharga emas atau perak yang ditimbang dengan berat rambut. Pelaksanaan
amalan-amalan ini sangat berpengaruh pada jiwa anak.[4]
B. Keluarga
Sebagai Institusi Pengembangan Pendidikan Islam
Menurut
Fatah Yasin (2008), munculnya gejala pendidikan dalam suatu keluarga disebabkan
adanya pergaulan antara orang tua sebagai manusia dewasa dengan anak yang belum
dewasa. Dari peristiwa itu lahirlah pendidikan dalam sebuah wadah yakni
keluarga. Kehadiran anak dalam keluarga merupakan tanggung jawab dan pengabdian
orang tua terhadapnya, yang bersifat kodrati dan berdasarkan moralitas dan
cinta kasih.[5]
Proses
pendidikan dalam keluarga secara primer tidak dilaksanakan secara pedagogis
(berdasarkan teori pendidikan), melainkan hanya berupa pergaulan dan hubungan
yang disengaja dan langsung maupun tidak langsung antara orang tua dengan anak.[6]
Selain
itu pendidikan keluarga sebagai pendidikan yang tidak terorganisasi, tetapi
pebdidikan yang “organis” berdasarkan spontanitas, intiusi, pembiasaan dan
improvisasi”. Biarpun pendidikan keluarga mempunyai tujuan dan persoalan yang
didasari, namun cara berprilakunya hanya menurut keadaan yang timbul.[7]
Keluarga
merupak cikal bakal dan akar bagi terbentuknya masyarakata dan peradaban.
Keseimbangan dan kesinambungan proses pendidikan yang alami dikeluarga menjadi landasan yang fundamental bagi anak
dalam pengembangan kepribadiannya.[8]
C. Fungi
Keluarga
Fungsi
dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan
mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga.Secara
psikososiologis keluarga berfungsi sebagai :[9]
1.
Pemberi
rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya,
2.
Sumber
Pemenuhan Kebutuhan, Baik Fisik Maupun Psikis,
3.
Sumber
Kasih Sayang Dan Penerimaan
4.
Model
Pola Perilaku Yang Tepat Bagi Anak Untuk Belajar Menjadi Anggota Masyarakat
Yang Bak
5.
Pemberi
Bimbingan Bagi Pengembangan Perilaku Yang Secara Sosial Dianggap Tepat
6.
Pembentuk
Anak Dalam Memecahkan Masalah Yang Dihadapinya Dalam Rangka Menyesuaikan
Dirinya Terhadap Kehidupan
7.
Pemberi
Bimbingan Dalam Belajar Keterampilan Motorik, Verbal Dan Sosial Yang Dibutuhkan
Untuk Penyesuaian Diri
8.
Stimulator
Bagi Pengembangan Kemampuan Anak Untuk Mencapai Prestasi, Baik Di Sekolah
Maupun Di Masyarakat
9.
Pembimbing
Dalam Mengembangkan Aspirasi
10. Sumber Persahabatan/Teman Bermain Bagi Anak Sampai Cukup Usia Untuk
Mendapatkan Teman Di Luar Rumah.[10]
D.
Peran Orang Tua
Peran kedua orang tua dalam
mewujudkan kepribadian anak antara lain:
Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik.[11]
Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik.[11]
1.
Kedua
orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan
jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan
kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka
menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih
2.
Saling
menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti
bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua,
mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak.[12]
3.
Mewujudkan
kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti
memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan
menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap.
4.
Mengadakan
perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat
keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang
dirinya sendiri dan lain sebagainya.
E. Pengaruh
Orang Tua
Hadis tentang pengaruh orang tua
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه
وسلم مَا مِنْ مَوْ لُوْ دٍ إِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَ بَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَا نِهِ كَمَ تُنْتَجُ
الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْ نَ فِيْهَا مِنْ جَدْ عَاءَ
ثُمَّ يَقُوْلُ أَبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِطْرَةَ اللهِ الَّتِيْ
فَطَرَالنَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّيْنُ
الْقَيِّمُ (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah
Saw. Bersabda: ”Tidak ada dari seorang anak (Adam) melainkan dilahirkan atas
fitrah (islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya beragama Yahudi
atau beragama Nasrani atau beragama Majusi. Bagaikan seekor binatang yang
melahirkan seekor anak. Bagaimana pendapatmu, apakah didapati kekurangan?
Kemudian Abu Hurairah membaca firman Allah (Q.S. ar-Rum: 30). (Tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah (agama Allah). (HR. Muttafaq ‘Alaih).[13]
Hadis diatas menjelaskan tentang
status fitrah setiap anak, bahwa statusnya bersih, suci dan islam baik anak
seorang muslim ataupun orang non muslim. Kemudian orang tuanyalah yang
memelihara dan memperkuat keislamannya atau bahkan mengubah menjadi tidak
muslim, seperti Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Hadis ini memperkuat bahwa
pengaruh orang tua sangat dominan dalam membentuk kepribadian seorang
dibandingkan dengan factor-faktor pengaruh pendidikan lain. Kedua orang tua
mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik anaknya.
Rasulullah
Saw. Bersabda :
مَا مِنْ مَوْ لُوْ دٍ إِلَّا يُوْلَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ
“Tidak ada
dari seorang anak (Adam) melainkan dilahirkan atas fitarah (islam)”.[14]
Lanjut sabda
Nabi Saw :
فَأَ بَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَا نِهِ
“Orang
tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani, dan/atau Majusi”.
Hadis diatas memperkuat makna fitrah
islam sebagai dasar awal, sedang Yahudi, Nasrani dan Majusi adalah dampak
pengaruh belakangan yang ditimbulkan oleh orang tua atau lingkunagn sekitarnya.
Orang tua menjadi pendidik pertama dan utama. Sedang faktor pendidik lain
seperti guru dan lingkungan masyarakat harus diciptakan oleh orang tua sebagai
pendukung yang tidak boleh kontradiktif, sebagai realisasi rasa tanggung jawab
orang tua tersebut.[15]
Kesempurnaan fitrah dalam hadis
sudah jelas baik fisik maupun non fisik. Dari segi fisik sudah ada ketentuan
ciptaan dari Allah Swt. Apakah dari segi jenis kelamin, bentuk fisik, tinggi pendek,
dan warna kulit dan dari segi nonfisik seperti agama islam yang dibawanya sejak
lahir. Kesempurnaan fitrah itu digambarkan Rasul bagaikan seekor binatang yang
lahir. Beliau bersabda:
كَمَ
تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْ نَ فِيْهَا مِنْ جَدْ
عَاءَ
“Bagaikan seekor binatang yang melahirkan
seekor anak dalam keadaan sempurna tidak ada cacat sedikitpun”.
Ungkapan ini memperkuat makna fitrah
anak sejak lahir secara paripurna, ibarat seekor binatang yang lahir secara
utuh tidak ada kekurangan sedikit pun. Hanya manusia yang tidak bersyukur
kepada Allah yang kemudian mengubah-ubah fitrah itu menjadi cacat dan
berkurang, seperti dipotong kupingnya dan lain-lain.
Fitrah sangat memerlukan bantuan dan
bimbingan pendidikan orang tua, orang dewasa, guru, pendidik dan pengajar
dengan sadar bahkan lingkungan yang mendukung, karena tidak mungkin anak yang
baru dilahirkan mengenal agama dengan sendirinya.[16]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga adalah suatu kelompok
sosial yang ditandai oleh tempat tinggal bersama, kerjasama, ekonomi, dan
reproduksi. Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan dapat
terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan. Pengalaman masa kecil
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan berikutnya.
Orang tua adalah contoh atau
model bagi anak, orang tua mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi anak ini
dapat di lihat dari bagaimana orang tua mewariskan cara berpikir kepada
anak-anaknya, orang tua juga merupakan mentor pertama bagi anak yang menjalin
hubungan dan memberikan kasih sayang secara mendalam, baik positif atau
negatif.
Orang tua mempunyai pengaruh
yang besar dalam pendidikan anak. Anak sejak lahir sudah membawa fitrah islam
sempurna bagaikan anak binatang yang lahir dari induknya secara sempurna tidak
ada kekurangan sedikitpun.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu Ahmad. 1991. sosiologi pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hamalik Oemar, 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar: Bandung. PT. Sinar
Baru Algesindo.
Khon,
Abdul Majid. 2012. Hadis Tarbawi.
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Nana
Syaodih, S. 2000. Landasan Psikologi: Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Yasin,
Fatah. Dimensi-dimensi pendidikan islam. Malang: Uin Press
[1] Abu Ahmad, sosiologi
pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991) hal. 58.
[2] Ibid, hal. 59.
[3] Oemar Hamalik, Psikologi
Belajar dan Mengajar, (Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo, 2000) hal. 102
[4] Oemar Hamalik,
op.cit.,hal 103
[7] Ibid.,207.
[8] Ibid.,207.
[9] Oemar Hamalik, op.cit.,hal
120
[11] Syaodih Nana, Landasan
Psikologi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000), hal. 98.
[13] Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup, 2012), hal. 67.
[15] Ibid., hal. 70
Tidak ada komentar:
Posting Komentar