BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam
adalah ajaran yang sempurna. Salah satu bagian ajaran Islam tersebut adalah
pesan-pesan yang bermakna dalam tentang manfaat memelihara lingkungan.
Sebagian
besar pesan-pesan tentang manfaat memelihara lingkungan itu berbobot filosofis
dan sufistik yang tinggi, yang dapat dirumuskan menjadi world view
(pandangan dunia) muslim tentang alam semesta.
Islam juga dikenal dengan agama rahmatan
lil’ālamīn. Di dalamnya terkandung pesan atau ajaran tentang
berbagai hal. Di antaranya, Islam mengandung pesan yang penuh makna tentang
alam. Pesan-pesan dimaksud akan mudah ditemukan dalam ayat al-Qur`an dan Hadis
Nabi saw. Secara garis besar, ayat dan hadis dimaksud berisi petunjuk tentang
cara pandang seorang muslim terhadap alam, pemanfaatan alam dan bagaimana
memelihara alam.
Point-point
penting pandangan dunia dimaksud adalah pertama, alam bukanlah kepunyaan
manusia tetapi ciptaan dan milik Allah. Kedua, alam memiliki
keseimbangan dan keteraturan (sunnatullāh). Keteraturan itu ditundukkan
kepada manusia sebagai khalīfah Allah. Ketiga, dalam pengelolaan
dan penikmatan alam, manusia harus bertindak secara moral (atas dasar taqwa).
Keempat, Islam mewajibkan manusia untuk mengkaji dan memahami
tanda-tanda Allah (āyāt) di alam. Point-point di atas mesti mendasari
pesan dakwah Islam manfaat memelihara lingkungan.
Makalah ini mencoba menguak pesan
falsafah dan kearifan dakwah Islam tentang pelestarian lingkungan. Kajian ini
diharapkan berguna sebagai sedikit usaha dalam mengatasi masalah lingkungan
yang semakin problematis pada era ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Lingkungan
Para ahli
lingkungan memberikan definisi bahwa Lingkungan (enviroment atau habitat)
adalah suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor berpengaruh
timbal-balik satu sama lain dan dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan. Menurut
Ensiklopedia Kehutanan menyebutkan bahwa Lingkungan adalah jumlah total dari
faktor-faktor non genetik yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi pohon.[1]
Jadi dapat
disimpulkan bahwa lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar atau sekitar
mahluk hidup, baik itu berupa benda atau suatu keadaan dimana manusia ada di
dalamnya, lengkap dengan prilakunya dan di antara kesemuanya akan terjadi
hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi.
B.
Hubungan manusia dengan
Lingkungan
Manusia merupakan unsur-unsur yang
diperlukan dalam hidupnya dari lingkungan. Makin tinggi kebudayaan manusia,
makin beraneka ragam kebutuhan hidupnya. Makin besar jumlah keburuhan hidupnya
berarti makin besar perhatian manusia terhadap lingkungannya. Perhatian dan
pengaruh manusia terhadap ligkungan makin meningkat pada zaman teknologi maju.
Masa ini manusa mengubah lingkungan hidup alami menjadi leingkungan hidup
binaan. Eksplotasi sumber daya alam makin meningkat untuk memenuhin bahan dasar
industri. Sebaliknya hasil industri berupa asap dan limbah mulai menurunkan
kualitas lingkungan hidup. Berdasarkan sifatnya, kebutuhan hidup manusia dapat
dilihat dan dibagi menjadi 2, yaitu kebutuhan hidup materil antara lain adalah
air, udara, sandang, pangan, papan, transportasi sera perlengkapan fisik
lainnya. Dan kebutuhan nonmateril adalah rasa aman, kasih sayang,
pengakuan atas eksistensinya, pendidikan dan sistem nilai dalam masyarakat.[2]
Manusia merupakan komponen biotik
lingkungan yang memiliki daya fikir dan daya nalar tertinggi dibandingkan
makluk lainnya. Di sini jelas terlihat bahwa manusia merupakan komponen biotik
lingkungan yang aktif. Hal ini disebabkan manusia dapat secara aktif mengelola
dan mengubah ekosistem sesuai dengan apa yang dikehendaki. Kegiatan manusia ini
dapat menimbulkan bermacam-macam gejala.
Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS
Ar Rum: 41)
C. Hadits Tentang Larangan Menelantarkan Tanah
حَدِيْثُ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا,
قَالَ : كَانَتْ لِرِجَالٍ مِنَّا فُضُوْلُ اَرَضِيْنَ, فَقَالُوْا نُؤَاجِرُهَا
بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ, فَقَالَ النَّبِىُّ ص.م. : مَنْ كَانَتْ
لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ
أَرْضَهُ.
“ Hadist Jabir bin Abdullah r.a. dia
berkata : Ada beberapa orang dari kami mempunyai simpanan tanah. Lalu mereka
berkata: Kami akan sewakan tanah itu (untuk mengelolahnya) dengan sepertiga
hasilnya, seperempat dan seperdua. Rosulullah S.a.w. bersabda: Barangsiapa ada
memiliki tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk
dimanfaatkan), maka jika ia enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri
memelihara tanah itu. “ (HR. Imam Bukhori dalam kitab Al-Hibbah)[3].
Selain dari hadits diatas, ada juga bersumber
dari Abu Hurairah r.a. dengan lafazd sebagai berikut :
حَدِيْثُ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ كَانَتْ لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا
اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ.(اخرجه البخارى
فى كتاب المزاعة)
Dari ungkapan Nabi S.a.w.
dalam hadits di atas yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami
lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia
jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat
baginya dan bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki
dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna
untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain[4].
D. Hadits Tentang Penanaman Pohon
حَدِيْثُ اَنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: مَامِنْ
مُسْلِمٍ يَغْرِسُ اَوْيَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ اَوْاِنْسَانٌ
اَوْبَهِيْمَةٌ اِلاَّكَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ. (اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة)
“ Hadits dari Anas
r.a. dia berkata: Rosulullah S.a.w. bersabda : Seseorang muslim tidaklah
menanam sebatang pohon atau menabur benih ke tanah, lalu datang burung atau
manusia atau binatang memakan sebagian daripadanya, melainkan apa yang dimakan
itu merupakan sedekahnya “. (HR. Imam Bukhori)
Dari
Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia bercerita bahwa Rasulullah Shollallohu
‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ
صَدَقَةً وَ مَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ
لَهُ صَدَقَةً وَ لاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً
“Tidaklah
seorang muslim menanam suatu tanaman melainkan apa yang dimakan dari tanaman
itu sebagai sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut sebagai
sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seorang itu dikurangi melainkan menjadi sedekah baginya.(HR. Imam Muslim)[5]
Syaikh
Utsaimin rohimahulloh menjelaskan bahwa hadits-hadits tersebut merupakan
dalil-dalil yang jelas mengenai anjuran Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam
untuk bercocok tanam, karena di dalam bercocok tanam terdapat 2 manfaat yaitu
manfaat dunia dan manfaat agama.
Pertama:
Manfaat yang bersifat Dunia (dunyawiyah) dari bercocok tanam adalah
menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena dalam bercocok tanam,
yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu sendiri juga masyarakat dan
negerinya. Lihatlah setiap orang mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik
sayuran dan buah-buahan, bijiian maupun palawija yang kesemuanya merupakan
kebutuhan mereka. Mereka rela mengeluarkan uang karena mereka butuh kepada
hasil-hasil pertaniannya. Maka orang-orang yang bercocok tanam telah memberikan
manfaat dengan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan manusia. Sehingga hasil
tanamannya menjadi manfaat untuk masyarakat dan memperbanyak
kebaikan-kebaikannya[6].
Sebagai
tambahkan: “Bahkan manfaatnya bukan sebatas penyedian makanan bagi orang lain
saja tetapi juga dengan bercocok tanam juga menjadikan lingkungan menjadi lebih
sehat untuk manusia dimana udara menjadi segar karena tanaman menghasilkan
oksigen yang diperlukan oleh manusia untuk proses pernafasan. Tanaman berupa
pepohonan juga memberikan kerindangan bagi orang-orang yang berteduh di
bawahnya, kesejukan bagi orang yang ada di sekitarnya. Tanaman juga menjadikan
pemandangan alam yang enak dan indah dipandang. Lihatlah hamparan tanah yang
dipenuhi oleh tanam-tanaman tentunya hati dibuat senang melihatnya, perasaan
pun menjadi damai berada di dekatnya. Adapun bila melihat hamparan tanah yang
kering dan gersang dari tanaman-tanaman tentu lah kita memperoleh perasaan yang
sebaliknya.
Kedua:
Manfaat yang bersifat agama (diniyyah) yaitu berupa pahala atau
ganjaran. Sesungguhnya tanaman yang kita tanam apabila dimakan oleh manusia,
binatang baik berupa burung ataupun yang lainnya meskipun satu biji saja,
sesungguhnya itu adalah merupakan sedekah bagi penanamnya, sama saja apakah dia
kehendaki ataupun tidak, bahkan seandainya ditakdirkan bahwa seseorang itu
ketika menanamnya tidak memperdulikan perkara ini (perkara tentang apa yang
dimakan dari tanamannya merupakan sedekah) kemudian apabila terjadi tanamannya
dimakan maka itu tetap merupakan sedekah baginya[7].
E. Manfaat
Memelihara Lingkungan berdasarkan Realitas
Manfaat
memelihara lingkungan berdasarkan realitas dan pengalaman yang telah terjadi
saat ini:[8]
1. Terhindar
dari penyakit yang disebabkan lingkungan yang tidak sehat.
2.
Lingkungan menjadi lebih sejuk
3.
Bebas dari polusi udara
4.
Air menjadi lebih bersih dan aman untuk di minum
5.
Nyaman dalam menjalankan aktifitas sehari hari
6.
Lebih sehat dan lebih asri, serta lingkungan menjadi indah dan hijau.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa menelantarkan lahan dilarang oleh
Rasulullah karena tidak akan mendatangkan manfaat selain itu juga memubadzirkan
barang yang mana dilarang dalam ajaran Islam. Jika pemilik lahan tidak bisa
untuk mengolahnya, maka ia menyerahkan lahannya kepada orang lain untuk diolah
orang tersebut dan menjadi barang yang bermanfaat.
Sedangkan
hasilnya dapat dibagi menjadi dua. Itu menurut beberapa ulama dan ada
pembagiannya menurut pendapat masing-masing ulama. Menanam pohon juga sangat
dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk kelestarian hidup di masa depan. Dan
juga tetap adanya tumbuh-tumbuhan yang dapat membantu kelangsungan hidup
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Syafe’i, Rahmat. 2000. Al-Hadis. Bandung : CV PUSTAKA
SETIA
http://www.artikellingkunganhidup.com/hubungan-manusia-dengan-lingkungan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar