Rabu, 17 Juni 2015

makalah filsafat ilmu kritisme empirisme

BAB I
PENDAHULUAN

Filsafat sebagai induk segala ilmu pengetahuan dalam hal ini adalah ilmu yang mendasari manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan maupun penemuan-penemuan baru. Pada dasarnya filsafat adalah suatu usaha mensistimatisir pemikiran dan menerapkan pemikiran-pemikiran itu pada segala bidang ilmu pengetahuan.


Menurut Kant, baik Rasionalisme maupun Empirisme belum berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan yang pasti, berlaku umum, dan terbukti dengan jelas. 
Pada abad 17 cenderung menganggap sumber pengetahuan hanya salah satunya atau memberi tekanan pada akal (rasio) atau hanya melalui pengalaman (empiris) saja, sesuai dengan paham yang mereka anut.
Pada umumnya makalah ini membahas tentang filsafat di barat pada zaman pertengahan atau zaman setelah abad pertengahan yaitu filsafat modern, dan khususnya membahas tentang filsafat Kritisisme Immanuel Kant. Yang mana pemikiran Immanuel Kant yakni penggabungan dua ajaran yang saling bertentangan yakni Rasionalisme Jerman dengan Empirisme Inggris.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kritisme-Empirisme
Secara harfiah, kata kritik berarti pemisahan. Filsafat Kant berusaha membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatan kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan batas-batas kemampuannya untuk memberi tempat iman dan kepercayaan.[1]
Pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian tepengaruh oleh empirisnya (Hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme terkadang skeptisisme. Untuk itu, ia tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal manusia akan dapat mencapai kebenaran.[2]
Kant mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan memagar sifat objektivitas dunia ilmu mpengetahuan dengan menghindarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Gagasan itu muncul karena pertanyaan mendasar dalam dirinya, yaitu Apa yang dapat saya ketahui? Apa yang harus saya lakukan? Dan apa yang boleh saya harapkan?[3]
Kritisisme ini bisa dikatakan aliran yang memadukan atau mendamaikan rasionalisme dan empirisme. Menurut aliran ini, baik rasionalisme maupun empirisme keduanya berat sebelah. Pengalaman manusia merupakan paduan antara sintesa unsur-unsur aspriori (terlepas dari pengalaman) dengan unsur-unsur aposteriori (berasal dari pengalaman).[4]
Adapun ciri-ciri Kritisisme adalah adalah sebagai berikut:[5]
1.      Menganggap objek pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
2.      Manegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja.
3.      Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur apriori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.

B.     Kehidupan dan Karya Immanuel Kant
Immanuel Kant lahir pada tanggal 22 April 1724 di Konigsberg, Prusia Timur, Jerman. Dari anak seorang pembuat pelana kuda. Dia tinggal di kota ini selama hidupnya hingga meninggal pada usia 80-an (1804). Keluarganya menganut kristiani yang shaleh.  Keyakinan agamanya itu sekaligus merupakan latar belakang yang cukup penting bagi pemikiran filosofinya, terutama masalah etika.
Kant memasuki Universitas Konigsberg pada usia 16 tahun. Setelah selesai ia menjadi guru privat. Kemudian pada tahun 1755, ia kembali ke universitas Konigsberg menjadi dosen, dan tahun 1770 ia diangkat menjadi professor, terutama di bidang logika dan metafisika.
Sejak kecil ia tidak meninggalkan desanya, kecuali hanya selama beberapa waktu singkat untuk mengajar di desa tetangganya. Pemikiran-pemikiran Kant yang terpenting di antaranya ialah tentang “akal murni”. Menurutnya, dunia luar itu diketahui hanya dengan sensasi, dan jiwa bukanlah sekedar tabula rasa, tetapi jiwa merupakan alat yang positif, memilih dan merekonstruksi hasil sensasi yang masuk itu dikerjakan oleh jiwa dengan menggunakan kategori, yakni mengklasifikasikan dan memersepsikannya ke dalam ide.[6]
Joko Siswanto membagi pemikiran Kant menjadi empat periode:
1.      Periode pertama, ketika ia masih berada dibawah bayang-bayang Leibniz-Wolff sampai tahun 1760. Periode pertama biasa disebut sebagai periode rasionalistik.
2.      Periode kedua, berlangsung antara tahun 1760-1770 yang ditandai dengan semangat skeptisisme, yang dikenal dengan periode empiristik karena dominasi pemikiran empirisme Hume. Karya yang muncul adalah Dream  of a Spirit  Seer.
3.      Periode ketiga, Dimulai dari tahun 1770 yang dikenal dengan periode kritis. Karya yang muncul di antaranya:
a.       The Critique of Pure Reason (1781)
b.      Prolegomena to any Future Methaphysics ( 1787 )
c.       Metaphysical Foundation of Rational Science ( 1786 )
d.      Critique of Practical Reason ( 1788 )
e.       Critique of Judgment ( 1790 )
f.       Periode keempat, Berlangsung antara tahun 1790 sampai akhir hayatnya, 1804. Pada periode ini perhatian Kant lebih pada persoalan-persoalan agama dan sosial. Karyanya yang terpenting adalah Religion Within the Boundaries of Pure Reason (1793), Religion Within Limits of Pure Reason (1794), dan sekumpulan essai yang berjudul Eternal Peace (1795).
Immanuel Kant adalah Filsuf modern yang paling berpengaruh. Pemikirannya yang analisis dan tajam memasang patok-patok yang mau tak mau menjadi acuan bagi segenap pemikiran filosofis kemudian, terutama dalam bidang epistimologi, metafisika, dan etika.[7]

C.    Akar-Akar Pemikiran Immanuel Kant
Immanuel Kant adalah filsuf yang hidup pada puncak perkembangan “Pencerahan”, yaitu suatu masa di mana corak pemikiran yang menekankan kedalaman unsur rasionalitas berkembang dengan pesatnya. Pasa masa itu lahir berbagai temuan dan paradigma baru dibidang ilmu, dan terutama paradigma ilmu fisika alam. Heliosentris temuan Nicolaus Copernicus (1473–1543) di bidang ilmu astronomi yang membutuhkan paradigma geosentris, mengharuskan manusia mereinterprestasikan pandangan duniannya, tidak hanya pandangan dunia ilmu tetapi juga keagamaan.[8]
Selanjutnya ciri kedua adalah apa yang dikenal dengan deisme, yaitu suatu paham yang kemudian melahirkan apa yang disebut Natural Religion (Agama alam) atau agama akal. Deisme adalah suatu ajaran yang mengakui adanya yang menciptakan alam semesta ini. Akan tetapi setelah dunia diciptakan, Tuhan menyerahkan dunia kepada nasibnya sendiri. Sebab ia telah memasukkan hukum-hukum dunia itu ke dalamnya. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan hukum-hukumnya. Manusia dapat menunaikan tugasnya dalam berbakti kepada Tuhan dengan hidup sesuai dengan hukum-hukum akalnya. Maksud paham ini adalah menaklukkan wahyu ilahi beserta degan kesaksian-kesaksiannya, yaitu buku-buku Alkitab, mukjizat, dan lain-lain kepada kritik akal serta menjabarkan agama dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari pada segala ajaran Gereja. Singkatnya, yang dipandang sebagai satu-satunya sumber dan patokan kebenaran adalah akal.[9]
Kant berusaha mencari prinsip-prinsip yang ada dalam tingkah laku dan kecenderungan manusia. Inilah yang kemudian menjadi kekhasan pemikiran filsafat Kant, dan terutama metafisikanya yang dianggap benar-benar berbeda sama sekali dengan metafisikan pra kant.[10]

D.    Kritisisme Immanuel Kant
Immanuel Kant memulai filsafatnya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika.[11] Setelah Kant mengadakan penyelidikan (Kritik) terhadap pengetahuan akal, setelah itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan peradaban manusia.[12]
Immanuel kant mengkritik empirisme, ia berpendapat bahwa empirisme harus dilandasi dengan teori-teori dari rasionalisme sebelum dianggap sah melalui proses epistomologi, itu merupakan penjelasan melalui bukunya yang berjudul critique of pure reason (kritik atas rasio murni), selain karyanya tersebut Immanuel kant juga menulis buku yang menyatakan filsafat kritisisme yaitu adalah Critique of  Practical Reason (Kritik Atas Rasio Praktis) yang terakhir adalah Critique of  Judgment ( Kritik Atas Pertimbangan ).[13]
1.      Critique of Pure Reason (Kritik atas Rasio Murni)
Kritisisme Kant dapat dianggap sebagai suatu usaha raksasa untuk mendamaikan rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman. Empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori berarti unsure-unsur yang berasal dari pengalaman. Menurut Kant baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan paduan antara unsur-unsur apriori dengan unsur-unsure aposteriori.[14]
Walaupun Kant sangat mengagumi empirisme Hume, empirisme yang bersifat radikal dan yang konsekuen, ia tidak dapat menyetujui skeptisisme yang dianut Hume dengan kesimpulannya bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak mampu mencapai kepastian. Pada waktu Kant hidup sudah jelas bahwa ilmu pengetahuan alam yang dirumuskan Newton memperoleh sukses. Hukum-hukum ilmu pengetahuan berlaku selalu dan dimana-mana. Misalnya air mendidih pada 100 oC selalu begitu dan begitu dan begitulah di mana-mana.[15]
Arti penting buku pertama 800 halaman yang berjudul Critique of Pure Reason adalah hendak menyelamatkan sains dan agama. Mula-mula sains itu dibuktikan absolute bila dasarnya apriori; ia berhasil disini. Kemudian ia membatasi keabsolutan sains tersebut dengan mengatakan bawa sains itu naïf. Sains hanya mengetahui penampakan objek. Bila sains maju selangkah lagi, ia akan terjerumus ke dalam antinomya. Jadi sains dapat dipegang, tetapi sebatas penampakan objek. Dengan demikian, sains telah diselamatkan. Argumennya adalah bahwa sains dan akal tidak mampu menembus fenomena, tidak mampu juga menembus objek-objek keyakinan. Objek-objek ini, yaitu objek keyakinan, temasuk noumena yang lain, hanya diketahui dengan kala praktis. Jadi agama telah di selamatkan.
Adapun  Inti  dari  isi buku yang  berjudul Kritik atas Rasio Murni  adalah sebagai berikut:[16]
a.       Kritik atas akal murni menghasilkan sketisisme yang beralasan.
b.      Tuhan yang sesungguhnya adalah kemerdekaan dalam pengabdian pada yang  di cita-citakan. Akal praktis adalah berkuasa dan lebih tinggi dari pada akal teoritis.
c.       Agama dalam ikatan akal terdiri dari moralitas. Kristianitas adalah moralitas yang abadi.
2.   Critique of  Practical Reason (Kritik Atas Rasio Praktis)
Rasio murni yang dimaksudkan oleh Kant adalah Rasio yang dapat menjalankan roda pengetahuan. Akan tetapi, di samping rasio murni terdapat rasio praktis, yaitu rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan atau dengan kata lain, rasio yang memberikan perintah kepada kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang disebutnya sebagai imperative kategori. Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus disadari sebaik-baiknya bahwa ketiga hal itu dibuktikan, hanya dituntut. Itulah sebabnya Kant menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis. Ketga postulat dimaksud itu ialah:[17]
a.       Kebebasan kehendak
b.      nmoralitas jiwa
c.       Adanya Allah
Yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoritis harus diandaikan atas dasar rasio praktis. Akan tetapi tentang kebebasan kehendak, immoralitas jiwa, dan adanya Allah, kita semua tidak mempunyai pengetahuan teoritas. Menerima ketiga postulat tersebut dinamakan Kant sebagai Glaubealias kepercayaan. Dengan demikian, Kant berusaha untuk memperteguh keyakinannya atas Yesus Kristus dengan penemuan filsafatnya.[18]
Dalam kritiknya antara lain kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak dan pengertian baru. Untuk itu ia membedakan tiga aspek putusan. Pertama, putusan analitis apriori, dimana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena termasuk di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang). Kedua, putusan sintesis aposteriori, misalnya pernyataan misalnya meja itu bagus disini predikat dihubungkan dengan subjek berdasakan pengalaman indrawi. Ketiga , putusan sintesis apriori, dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan kendati bersifat sintesis, tetapi bersifat apriori juga, misalnya, putusan yang berbunyi segala kejadian mempunyai sebab.[19]
3. Critique of  Judgment ( Kritik Atas Pertimbangan )
Kritik ketiga dari Kant atas rasionalisme dan empirisme adalah sebagaimana dalam karyanya Critique of  Judgment. Sebagai konsekuensi dari “Kritik atas Rasio Umum ” dan “Kritik atas Rasio Praktis” ialah munculnya dua lapangan tersendiri, yaitu lapangan keperluan mutlak, di bidang alam dan lapangan kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Hal ini terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan).[20]
Finalitas bisa besifat subjektif dan objektif. Jika finalitas bersifat subjektif, manusia mengarahkan objek pada diri manusia sendiri. Inilah yang terjadi di dalam pengalaman estetis (seni). Dengan finalitas yang bersifat objektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam.[21]
Adapun Inti dari Critique of  Judgment (Kritik atas pertimbangan) adalah sebagai berikut:[22]
a.       Kritik atas pertimbangan menghubungkan di antara kehendak dan pemahaman.
b.      Kehendak cernderung menuju yang baik, kebenaran adalah objek dari  pemahaman.
c.       Pertimbangan yang terlibat terletak di antara yang benar dan yang baik
d.      Estetika adalah cirinya tidak teoritis maupun praktis, ini adalah gejala yang ada pada dasar subjektif.
e.       Teologi adalah teori tentang fenomena, ini adalah bertujuan:
1)      subjektif (menciptakan kesenangan dan keselarasan)
2)      objektif (menciptakan yang cocok melalui akibat-akibat dari pengalaman).
Kritisisme Immanuel Kant sebenarya telah memadukan dua pendekatan alam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan tolok ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi yang nyata tetapi “tidak real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.[23]
Dengan pemahaman tersebut, rasionalisme dan empirisme harusnya bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional, sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian, kemungkinan lahir aliran baru yakni rasionalisme empiris.[24]


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kritisisme adalah penggabungan antara aliran filsafat sebelumnya yakni Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan empirisme yang dipelopori oleh David Hume.  
Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat selalu dijadikan tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata, tapi “tidak-real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran. Melalui pemahaman tersebut, rasionalisme dan empirisme harusnya bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional sebagaimana kebenaran rasional harus empiris.
Kant mempunyai tiga karya yang sangat penting yakni kritik atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, kritik atas pertimbangan. Ketiga karyanya inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung patokan-patokan berfikir yang rasional dan empiris.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. 2012. Filsafat Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hakim, Atang Abdul. 2008. Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi. Bandung:Pustaka Setia.
Rahmat, Aceng dkk. 2010. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Susanto, Ahmad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.



[1] http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[2] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 140
[3] Ahmad Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 38
[4] Ahmad Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 39
[5] Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 283
[6] Atang Abdul Hakim., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 277
[7] http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[8] https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2012/01/02/makalah-filsafat-kritisisme-immanuel-kant/
[9] https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2012/01/02/makalah-filsafat-kritisisme-immanuel-kant/
[10] https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2012/01/02/makalah-filsafat-kritisisme-immanuel-kant/
[11] Atang Abdul Hakim., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 282
[12] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 156
[13] http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[14] Atang Abdul Hakim., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 284
[15] Atang Abdul Hakim., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 284
[16] http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[17] Atang Abdul Hakim., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 287
[18] Atang Abdul Hakim., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 287
[19] http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[20] Atang Abdul Hakim., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 287
[21] Atang Abdul Hakim., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 288
[22] Atang Abdul Hakim., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 288
[23] Aceng Rahmat, Filsafat Ilmu Lanjutan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 175
[24] Atang Abdul Hakim., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 288

Tidak ada komentar:

Posting Komentar