PENDAHULUAN
Filsafat sebagai induk
segala ilmu pengetahuan dalam hal ini adalah ilmu yang mendasari manusia untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan maupun penemuan-penemuan baru. Pada dasarnya
filsafat adalah suatu usaha mensistimatisir pemikiran dan menerapkan pemikiran-pemikiran
itu pada segala bidang ilmu pengetahuan.
Menurut Kant, baik
Rasionalisme maupun Empirisme belum berhasil membimbing kita untuk memperoleh
pengetahuan yang pasti, berlaku umum, dan terbukti dengan jelas.
Pada abad 17 cenderung
menganggap sumber pengetahuan hanya salah satunya atau memberi tekanan pada
akal (rasio) atau hanya melalui pengalaman (empiris) saja, sesuai dengan paham
yang mereka anut.
Pada umumnya makalah
ini membahas tentang filsafat di barat pada zaman pertengahan atau zaman
setelah abad pertengahan yaitu filsafat modern, dan khususnya membahas tentang
filsafat Kritisisme Immanuel Kant. Yang mana pemikiran Immanuel Kant yakni
penggabungan dua ajaran yang saling bertentangan yakni Rasionalisme Jerman
dengan Empirisme Inggris.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kritisme-Empirisme
Secara harfiah, kata
kritik berarti pemisahan. Filsafat Kant berusaha membeda-bedakan antara
pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin
membersihkan pengenalan dari keterikatan kepada segala penampakan yang bersifat
sementara. Jadi filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan
rasio secara objektif dan menentukan batas-batas kemampuannya untuk memberi
tempat iman dan kepercayaan.[1]
Pada awalnya, Kant
mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian tepengaruh oleh
empirisnya (Hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah
menerimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme terkadang skeptisisme. Untuk
itu, ia tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal manusia akan dapat
mencapai kebenaran.[2]
Kant mengadakan
penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan memagar sifat objektivitas
dunia ilmu mpengetahuan dengan menghindarkan diri dari sifat sepihak
rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Gagasan itu muncul karena pertanyaan
mendasar dalam dirinya, yaitu Apa yang dapat saya ketahui? Apa yang harus saya
lakukan? Dan apa yang boleh saya harapkan?[3]
Kritisisme ini bisa
dikatakan aliran yang memadukan atau mendamaikan rasionalisme dan empirisme. Menurut
aliran ini, baik rasionalisme maupun empirisme keduanya berat sebelah.
Pengalaman manusia merupakan paduan antara sintesa unsur-unsur aspriori (terlepas dari pengalaman)
dengan unsur-unsur aposteriori
(berasal dari pengalaman).[4]
Adapun ciri-ciri
Kritisisme adalah adalah sebagai berikut:[5]
1.
Menganggap objek
pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
2.
Manegaskan
keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat
sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja.
3.
Menjelaskan
bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara
peranan unsur apriori yang berasal dari rasio serta berupa ruang
dan waktu dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari
pengalaman yang berupa materi.
B.
Kehidupan
dan Karya Immanuel Kant
Immanuel Kant lahir
pada tanggal 22 April 1724 di Konigsberg, Prusia Timur, Jerman. Dari anak
seorang pembuat pelana kuda. Dia tinggal di kota ini selama hidupnya
hingga meninggal pada usia 80-an (1804). Keluarganya menganut kristiani yang
shaleh. Keyakinan agamanya itu sekaligus merupakan latar belakang yang
cukup penting bagi pemikiran filosofinya, terutama masalah etika.
Kant memasuki
Universitas Konigsberg pada usia 16 tahun. Setelah selesai ia menjadi guru
privat. Kemudian pada tahun 1755, ia kembali ke universitas Konigsberg menjadi
dosen, dan tahun 1770 ia diangkat menjadi professor, terutama di bidang logika
dan metafisika.
Sejak kecil ia tidak
meninggalkan desanya, kecuali hanya selama beberapa waktu singkat untuk
mengajar di desa tetangganya. Pemikiran-pemikiran Kant yang terpenting di antaranya
ialah tentang “akal murni”. Menurutnya, dunia luar itu diketahui hanya dengan
sensasi, dan jiwa bukanlah sekedar tabula rasa, tetapi jiwa merupakan alat yang
positif, memilih dan merekonstruksi hasil sensasi yang masuk itu dikerjakan oleh
jiwa dengan menggunakan kategori, yakni mengklasifikasikan dan memersepsikannya
ke dalam ide.[6]
Joko Siswanto membagi
pemikiran Kant menjadi empat periode:
1.
Periode pertama,
ketika ia masih berada dibawah bayang-bayang Leibniz-Wolff sampai tahun 1760.
Periode pertama biasa disebut sebagai periode rasionalistik.
2.
Periode kedua,
berlangsung antara tahun 1760-1770 yang ditandai dengan semangat skeptisisme,
yang dikenal dengan periode empiristik karena dominasi pemikiran empirisme
Hume. Karya yang muncul adalah Dream of a Spirit Seer.
3.
Periode ketiga,
Dimulai dari tahun 1770 yang dikenal dengan periode kritis. Karya yang muncul
di antaranya:
a.
The Critique of
Pure Reason (1781)
b.
Prolegomena to
any Future Methaphysics ( 1787 )
c.
Metaphysical
Foundation of Rational Science ( 1786 )
d.
Critique of
Practical Reason ( 1788 )
e.
Critique of
Judgment ( 1790 )
f.
Periode keempat,
Berlangsung antara tahun 1790 sampai akhir hayatnya, 1804. Pada periode ini
perhatian Kant lebih pada persoalan-persoalan agama dan sosial. Karyanya yang
terpenting adalah Religion Within the Boundaries of Pure Reason (1793), Religion
Within Limits of Pure Reason (1794), dan sekumpulan essai yang berjudul Eternal
Peace (1795).
Immanuel Kant adalah
Filsuf modern yang paling berpengaruh. Pemikirannya yang analisis dan tajam
memasang patok-patok yang mau tak mau menjadi acuan bagi segenap pemikiran
filosofis kemudian, terutama dalam bidang epistimologi, metafisika, dan etika.[7]
C. Akar-Akar Pemikiran
Immanuel Kant
Immanuel Kant adalah
filsuf yang hidup pada puncak perkembangan “Pencerahan”, yaitu suatu masa di mana
corak pemikiran yang menekankan kedalaman unsur rasionalitas berkembang dengan
pesatnya. Pasa masa itu lahir berbagai temuan dan paradigma baru dibidang ilmu,
dan terutama paradigma ilmu fisika alam. Heliosentris temuan Nicolaus
Copernicus (1473–1543) di bidang ilmu astronomi yang membutuhkan paradigma
geosentris, mengharuskan manusia mereinterprestasikan pandangan duniannya,
tidak hanya pandangan dunia ilmu tetapi juga keagamaan.[8]
Selanjutnya ciri
kedua adalah apa yang dikenal dengan deisme, yaitu
suatu paham yang kemudian melahirkan apa yang disebut Natural Religion (Agama alam) atau agama akal. Deisme
adalah suatu ajaran yang mengakui adanya yang menciptakan alam semesta ini.
Akan tetapi setelah dunia diciptakan, Tuhan menyerahkan dunia kepada nasibnya
sendiri. Sebab ia telah memasukkan hukum-hukum dunia itu ke dalamnya. Segala
sesuatu berjalan sesuai dengan hukum-hukumnya. Manusia dapat menunaikan
tugasnya dalam berbakti kepada Tuhan dengan hidup sesuai dengan hukum-hukum
akalnya. Maksud paham ini adalah menaklukkan wahyu ilahi beserta degan
kesaksian-kesaksiannya, yaitu buku-buku Alkitab, mukjizat, dan lain-lain kepada
kritik akal serta menjabarkan agama dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari
pada segala ajaran Gereja. Singkatnya, yang dipandang sebagai satu-satunya
sumber dan patokan kebenaran adalah akal.[9]
Kant berusaha
mencari prinsip-prinsip yang ada dalam tingkah laku dan kecenderungan manusia.
Inilah yang kemudian menjadi kekhasan pemikiran filsafat Kant, dan terutama metafisikanya
yang dianggap benar-benar berbeda sama sekali dengan metafisikan pra kant.[10]
D.
Kritisisme
Immanuel Kant
Immanuel Kant memulai
filsafatnya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber
pengetahuan manusia. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant
tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika.[11]
Setelah Kant mengadakan penyelidikan (Kritik) terhadap pengetahuan akal,
setelah itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari luar
manusia, demi kemajuan peradaban manusia.[12]
Immanuel kant
mengkritik empirisme, ia berpendapat bahwa empirisme harus dilandasi dengan
teori-teori dari rasionalisme sebelum dianggap sah melalui proses epistomologi,
itu merupakan penjelasan melalui bukunya yang berjudul critique of pure
reason (kritik atas rasio murni), selain karyanya tersebut Immanuel kant
juga menulis buku yang menyatakan filsafat kritisisme yaitu adalah Critique
of Practical Reason (Kritik Atas Rasio Praktis) yang terakhir
adalah Critique of Judgment ( Kritik Atas Pertimbangan
).[13]
1. Critique
of Pure Reason (Kritik atas Rasio Murni)
Kritisisme Kant dapat
dianggap sebagai suatu usaha raksasa untuk mendamaikan rasionalisme dan
empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur apriori dalam
pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman. Empirisme
menekankan unsur-unsur aposteriori berarti unsure-unsur yang berasal
dari pengalaman. Menurut Kant baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya
berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan
paduan antara unsur-unsur apriori dengan unsur-unsure aposteriori.[14]
Walaupun Kant sangat
mengagumi empirisme Hume, empirisme yang bersifat radikal dan yang konsekuen,
ia tidak dapat menyetujui skeptisisme yang dianut Hume dengan kesimpulannya
bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak mampu mencapai kepastian. Pada waktu
Kant hidup sudah jelas bahwa ilmu pengetahuan alam yang
dirumuskan Newton memperoleh sukses. Hukum-hukum ilmu pengetahuan
berlaku selalu dan dimana-mana. Misalnya air mendidih pada 100 oC
selalu begitu dan begitu dan begitulah di mana-mana.[15]
Arti penting buku
pertama 800 halaman yang berjudul Critique of Pure Reason adalah
hendak menyelamatkan sains dan agama. Mula-mula sains itu dibuktikan absolute
bila dasarnya apriori; ia berhasil disini. Kemudian ia membatasi keabsolutan
sains tersebut dengan mengatakan bawa sains itu naïf. Sains hanya mengetahui
penampakan objek. Bila sains maju selangkah lagi, ia akan terjerumus ke
dalam antinomya. Jadi sains dapat dipegang, tetapi sebatas penampakan
objek. Dengan demikian, sains telah diselamatkan. Argumennya adalah bahwa sains
dan akal tidak mampu menembus fenomena, tidak mampu juga menembus
objek-objek keyakinan. Objek-objek ini, yaitu objek keyakinan,
temasuk noumena yang lain, hanya diketahui dengan kala praktis. Jadi
agama telah di selamatkan.
Adapun Inti
dari isi buku yang berjudul Kritik atas Rasio Murni
adalah sebagai berikut:[16]
a.
Kritik atas akal
murni menghasilkan sketisisme yang beralasan.
b.
Tuhan yang
sesungguhnya adalah kemerdekaan dalam pengabdian pada yang di
cita-citakan. Akal praktis adalah berkuasa dan lebih tinggi dari pada akal
teoritis.
c.
Agama dalam
ikatan akal terdiri dari moralitas. Kristianitas adalah moralitas yang abadi.
2. Critique of
Practical Reason (Kritik Atas Rasio Praktis)
Rasio murni yang
dimaksudkan oleh Kant adalah Rasio yang dapat menjalankan roda pengetahuan.
Akan tetapi, di samping rasio murni terdapat rasio praktis, yaitu rasio yang
mengatakan apa yang harus kita lakukan atau dengan kata lain, rasio
yang memberikan perintah kepada kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa rasio
praktis memberikan perintah yang mutlak yang disebutnya sebagai imperative
kategori. Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus disadari
sebaik-baiknya bahwa ketiga hal itu dibuktikan, hanya dituntut. Itulah sebabnya
Kant menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis. Ketga postulat dimaksud
itu ialah:[17]
a.
Kebebasan
kehendak
b.
nmoralitas jiwa
c.
Adanya Allah
Yang tidak dapat
ditemui atas dasar rasio teoritis harus diandaikan atas dasar rasio praktis.
Akan tetapi tentang kebebasan kehendak, immoralitas jiwa, dan adanya Allah,
kita semua tidak mempunyai pengetahuan teoritas. Menerima ketiga postulat
tersebut dinamakan Kant sebagai Glaubealias kepercayaan. Dengan
demikian, Kant berusaha untuk memperteguh keyakinannya atas Yesus Kristus
dengan penemuan filsafatnya.[18]
Dalam kritiknya antara
lain kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak dan
pengertian baru. Untuk itu ia membedakan tiga aspek putusan. Pertama, putusan analitis
apriori, dimana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek,
karena termasuk di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang). Kedua,
putusan sintesis aposteriori, misalnya pernyataan misalnya meja
itu bagus disini predikat dihubungkan dengan subjek berdasakan pengalaman
indrawi. Ketiga , putusan sintesis apriori, dipakai sebagai suatu sumber
pengetahuan kendati bersifat sintesis, tetapi bersifat apriori
juga, misalnya, putusan yang berbunyi segala kejadian mempunyai sebab.[19]
3. Critique of Judgment (
Kritik Atas Pertimbangan )
Kritik ketiga dari Kant
atas rasionalisme dan empirisme adalah sebagaimana dalam karyanya Critique
of Judgment. Sebagai konsekuensi dari “Kritik atas Rasio Umum ”
dan “Kritik atas Rasio Praktis” ialah munculnya dua lapangan tersendiri, yaitu
lapangan keperluan mutlak, di bidang alam dan lapangan kebebasan di bidang
tingkah laku manusia. Hal ini terjadi dengan menggunakan konsep finalitas
(tujuan).[20]
Finalitas
bisa besifat subjektif dan objektif. Jika finalitas bersifat subjektif,
manusia mengarahkan objek pada diri manusia sendiri. Inilah yang terjadi di
dalam pengalaman estetis (seni). Dengan finalitas yang bersifat
objektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam.[21]
Adapun Inti dari Critique
of Judgment (Kritik atas pertimbangan) adalah sebagai berikut:[22]
a.
Kritik atas
pertimbangan menghubungkan di antara kehendak dan pemahaman.
b.
Kehendak
cernderung menuju yang baik, kebenaran adalah objek dari pemahaman.
c.
Pertimbangan
yang terlibat terletak di antara yang benar dan yang baik
d.
Estetika adalah
cirinya tidak teoritis maupun praktis, ini adalah gejala yang ada pada dasar
subjektif.
e.
Teologi adalah
teori tentang fenomena, ini adalah bertujuan:
1)
subjektif
(menciptakan kesenangan dan keselarasan)
2)
objektif
(menciptakan yang cocok melalui akibat-akibat dari pengalaman).
Kritisisme Immanuel
Kant sebenarya telah memadukan dua pendekatan alam pencarian keberadaan sesuatu
yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah
mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio
tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan tolok ukur,
karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi
yang nyata tetapi “tidak real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai
kebenaran.[23]
Dengan pemahaman
tersebut, rasionalisme dan empirisme harusnya bergabung agar melahirkan suatu
paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional, sebagaimana kebenaran
rasional harus empiris. Jika demikian, kemungkinan lahir aliran baru yakni rasionalisme
empiris.[24]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kritisisme adalah
penggabungan antara aliran filsafat sebelumnya yakni Rasionalisme yang
dipelopori oleh Rene Descartes dan empirisme yang dipelopori oleh David Hume.
Kant seolah-olah
mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio
tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat selalu dijadikan tolak
ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata, tapi “tidak-real”, yang
demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran. Melalui pemahaman tersebut,
rasionalisme dan empirisme harusnya bergabung agar melahirkan suatu paradigma
baru bahwa kebenaran empiris harus rasional sebagaimana kebenaran rasional
harus empiris.
Kant mempunyai tiga
karya yang sangat penting yakni kritik atas rasio murni, kritik atas rasio
praktis, kritik atas pertimbangan. Ketiga karyanya inilah yang sangat
mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan
pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung patokan-patokan berfikir
yang rasional dan empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi,
Asmoro. 2012. Filsafat Umum. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Hakim,
Atang Abdul. 2008. Filsafat Umum dari
Metologi sampai Teofiologi. Bandung:Pustaka
Setia.
Rahmat,
Aceng dkk. 2010. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Susanto,
Ahmad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta:
Bumi Aksara.
[1]
http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[2] Asmoro Achmadi,
Filsafat Umum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 140
[3] Ahmad Susanto, Filsafat Ilmu,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 38
[4] Ahmad Susanto, Filsafat Ilmu,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 39
[5] Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum
dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 283
[6] Atang Abdul
Hakim., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia,
2008), hlm. 277
[7]
http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[8]
https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2012/01/02/makalah-filsafat-kritisisme-immanuel-kant/
[9] https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2012/01/02/makalah-filsafat-kritisisme-immanuel-kant/
[10]
https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2012/01/02/makalah-filsafat-kritisisme-immanuel-kant/
[11] Atang Abdul Hakim., Filsafat
Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 282
[13]
http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[14] Atang Abdul Hakim., Filsafat
Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 284
[15] Atang Abdul Hakim., Filsafat
Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 284
[16]
http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[17] Atang Abdul Hakim., Filsafat
Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 287
[18] Atang Abdul Hakim., Filsafat
Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 287
[19]
http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[20] Atang Abdul Hakim., Filsafat
Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 287
[21] Atang Abdul Hakim., Filsafat
Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 288
[22] Atang Abdul Hakim., Filsafat Umum
dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 288
[23] Aceng Rahmat, Filsafat Ilmu
Lanjutan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 175
[24] Atang Abdul Hakim., Filsafat
Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 288
Tidak ada komentar:
Posting Komentar